Selasa, 18 Desember 2007

Penyewa Keluhkan Pelayan BIM

PADANG-Keluhan terhadap kurang profesinalismenya pengelolaan Bandara Internasional Minangkabau (BIM) oleh pihak Angkasa Pura II kembali, muncul. Kali ini, justru muncul dari salah seorang penyewa ruangan di Lantai II BIM.

Hal ini diungkapkan Direktur PT Lubuk Mato Kucing H Arnis Saleh, melalui penasehat hukumnya Rusdi Zen, SH dari Kantor Hukum Ekuator Padang. Kepada Pers, diungkapkan kalau sangat menyayangkan pelayanan yang diterima dari pihak Angkasa Pura II.

Keluhan tersebut berawal dari penyewaan ruangan di Lantai II BIM. Dimana, ruangan tersebut nantinya direncanakan disulap menjadi restauran megah di sana. Lampu hijau semula diberikan ke dirinya. Dalam artian, seluruh persoalan terlihat berjalan mulus. Pengusaha tadi, semula sudah mengantongi persetujuan dari Vice President Of Airport Business PT Angkasa Pura pada 30 Juli 2007 lalu. Guna menindaklanjuti, pengusaha Minang yang menetap di Jakarta tersebut juga sudah menyerahkan uang muka Rp 35 juta. Pekerjaan awal pun dilakukan (pengerjaan desain interior ruang AO1 dan AO2 BIM). Dana yang dikucurkan mencapai Rp 450 juta.

Namun tiba - tiba, dirinya kaget. Tanpa tau sebabnya kenapa, pihak Angkasa Pura membatalkan penyewaan ruangan tadi. Kenyataan ini pun sangat disesalkan Arnis Saleh. Penasehat hukumnya (Rusdi Zen, S.H) juga telah melayangkan surat ke pihak Angkasa Pura pada 4 Desember 2007, sehubungan dengan pembatalan secara lisan dan sepihak tadi. Tak cuma itu, dikarenakan tidak adanya tanggapan, surat kedua ikut dilayangkan itu tiga hari berikutnya. " Pembatalan sepihak inilah yang sangat disesalkan klien saya," aku Rusdi, Selasa (18/12).

Pihak Angkasa Pura selaku pengelola BIM justru membantah. " Kita tidak membatalkannya penyewaan ruang lantai II tersebut. Tetapi hanya menunda hingga batas waktu yang belum ditentukan. Sebab, masih ada yang harus diselesaikan (permasalah) secara intern,” kata GM Angkasa Pura Endang A Sumiarsa diujung ponselnya, Selasa siang. Dijelaskan Endang, ruang tersebut masih terikat kontrak sewa menyewa dengan Periswara II hingga tahun 2009. “Hal inilah yang kita carikan solusinya terlebih dahulu,” lanjut Endang.

Read More......

Di Painan, Harga Bawang Melonjak

PAINAN-Jelang Idul Adha, Natal, dan tahun baru, harga berbagai kebutuhan pokok merambat naik. Di Painan, Pesisir Selatan lonjakan drastis terdapat di komoditas bawang merah. Kenaikan melebihi seratus persen. Yang biasa dijual Rp 8.000 per kilogram naik hingga Rp 20.000. Lonjakan ditengarai kurangnya pasokan dikarenakan masuknya musim hujan.

Sepanjang Senin (17/12) lalu, lonjakan drastis tersebut dikeluhkan para pembeli. " Ka baa juo lai. Ka maha bana, bawang ko paralu. Bia saketek ka di bali juo," keluh Bert, seorang warga Painan yang dijumpai usai belanja di Pasar Kota Painan, Senin siang.

Tak cuma bawang, kata Bert, harga kebutuhan pokok lainnya juga mengalami kenaikan. Rata-rata berkisar antara Rp 500 sampai Rp 1.000 per kilogram. Seperti, cabai merah dari Rp 14.000 per kilogram menjadi Rp 15.000. Minyak goreng dari Rp 8.200 per kilogram naik Rp 8.500 - 9.000. Namun apakah ini dikarenakan musim hujan atau memang kebiasaan oknum "spekulan" penjual menaikkan harga setiap pergantian tahun. Khususnya, bawang merah.

Salah seorang penjual bahan pokok yang enggan menyebut nama, membantah kenaikan tadi disengaja lantaran masuknya Idul Adha, Natal dan Tahun Baru. " Ini bukan disengaja. Kami terpaksa menjual dengan harga demikian. Tak cuma mahal saat membeli, mendapatkannya pun sulit," ujarnya.

Kenaikan sama juga terlihat pada beras. Zulbaidah (50), seorang pedagang beras di Pasar Painan menuturkan, harga naik berkisar Rp 500 - 1.000. Sokan Pariaman, yang tadinya dijual Rp 9.500 per gantang naik Rp 10.000. IR 42 Pariaman, Rp 9.000 menjadi Rp 9.500. IR 42 Painan, semula Rp 8.500 kini terpaksa dijual Rp 9.000. Begitu juga untuk beras kualitas baik seperti Solok super. Tadinya Rp 11.500 menjadi Rp 12.000.

Khusus beras pulut asal solok, naik rata-rata Rp 1.000. Untuk pulut putih dijual Rp 13.000 per gantang. Merah Rp 12.000, Hitam Rp 15.000 dan pulut tapai Rp 16.000. " Pembelian awal juga naik (mahal). Jadi saat menjual, terpaksa harga ikut dinaikkan," aku pemilik kedai beras dipojok Pasar Painan ini.

Read More......

Senin, 17 Desember 2007

DBD 'Serang' Kota Painan

PAINAN-Demam Berdarah Denque (DBD) menyerang Painan Pessel. Dalam bulan Desember 2007, sedikitnya 22 orang terjangkit. Kendati tidak ada korban jiwa, 8 pasien masih dirawat insentif dirawat di RSUD M Zein Painan.

Direktur RSUD M Zein Painan melalui Kasi Pelayanan Drg Asrul membenarkan perihal ini kepada wartawan, Senin (17/12). " 80 persen diantaranya justru anak - anak dibawah umur 12 tahun," katanya. Disebutkan Asrul, pasien yang berobat ke sini paling banyak merupakan warga Painan.

Dari pengamatan wartawan, sejumlah pasien dirawat terpisah. Sebagian terbaring lemah dibangsal anak, separohnya lagi dirawat di ruang lain (VIP). " Ini memang disengaja. Soalnya, kalau dirawat satu ruangan dengan pasien sama (anak-anak), nantinya justru bisa lebih lama sembuh. Sidrom (kecemasan) melihat kawan sesama terjangkit merupakan salah satu penyebab," kata Jack (40), salah seorang orangtua pasien yang ditemui di RSUD M Zein Painan, Minggu malam.

Dijelaskan Jack, anaknya (Satria 9 th) diketahui terjangkit 3 hari lalu. Sebelumnya, anaknya cuma terlihat lemah. Dan menyebut kalau badannya terasa dingin. Herannya sewaktu diraba, suhu badan terasa sangat panas. Tak pelak, buah hatinya tadi segera dibawa ke dokter. "Dokter pun menyebut kalau panas tadi merupakan gejala awal demam berdarah," tuturnya cemas.

Fogging Bukan Solusi

Kepala Dinas Kesehatan Pessel, dr Mirsal Basyar menyebut, pihaknya telah melakukan fogging (penyemprotan) di Kota Painan. Sebagian daerah (dianggap endemis) disemprot oleh tim dinas kesehatan." Penyakit ini merupakan penyakit musiman. Terutama pada musim hujan. Air tergenang merupakan salah satu tempat bertelurnya Nyamuk Aedes Aegypti (si kaki belang)," ujarnya.

Nyamuk ini, tambah Mirsal, hidup dan berkembang biak pada tempat-tempat penampungan air bersih yang tidak berhubungan langsung dengan tanah. Seperti : bak mandi/wc , minuman burung, air tempayan/gentong, kaleng dan ban bekas, dan lainnya. Perkembangan hidup nyamuk ini dari telur hingga dewasa memerlukan waktu sekitar 10-12 hari. Nyamuk betina; menggigit dan menghisap darah untuk mematangkan telurnya. Tempat istirahat yang disukai lainnya; benda-benda yang tergantung di dalam rumah. Seperti gorden, kelambu, baju/pakaian di kamar yang gelap dan lembab.

" Fogging bukanlah solusi. Pemberantasan justru diharapkan dari masyarakat sendiri. Terutama meningkatkan prilaku menjaga kebersihan lingkungannya. Bersihkan bak mandi dan lokasi bertelurnya nyamuk berkaki belang tersebut. Sebab, fogging yang terlalu sering justru bereffek jelek (keracunan) ke penghuni rumah," terang Mirsal.

Untuk diketahui, Sumbar tergolong daerah "merah" demam berdarah. Salah seorang anggota Tim Kelompok Kerja (Pokja Khusus Pemberantasan DBD), H Syamsir BA. Lelaki paruh baya yang juga merupakan anggota Komisi IV DPRD Sumbar ini menyebut ada 5 Kabupaten/Kota yang dikategorikan Endemis (posmetro padang Minggu 5 Agustus 2007).

Diantaranya: Kota Padang, Kabupaten Pesisir Selatan, Kabupaten Padangpariaman, Kota Bukittinggi dan Kota Pariaman. Korban meninggal 13 orang (12 di Padang dan 1 Dharmasraya). Khusus Pesisir Selatan, hingga Agustus 2007 terjadi 16 kasus.

Read More......

Sabtu, 08 Desember 2007

Jika Komputer Jadi Rebutan

"Kama bud," sapa Iwan (13).
"Kapai ka mancari lokasi les komputer rencana. Baa ka pai," jawab Budi.
"Dima tu?" lanjut Iwan.
"Alun tau lai. Nan jaleh, dima nan dakek sajo. Soalnyo, awak lah lamo nio
baraja komputer," kata Budi.
"Eee...disakola ado mah. Manga juo kalua les?" tanya Iwan bercampur heran.
"Iyo lamo bana barajanyo. Sampai kini, baragak ka baragak juo baru. Alah ado komputer, tapi alun juo bisa dipakai. Antah baa kolah sampai co itu?" keluh Budi

Percakapan dua siswa tadi secara tak sengaja terdengar di atas angkutan kota Padang. Dari baju yang dikenakannya, diketahui kalau mereka berasal dari SMP 6 Padang. Memang, baru-baru ini sekolah lanjutan pertama yang terletak di daerah Ampalu Lubuak Bagaluang, baru saja mengalami miscomunication persoalan "si kotak pintar". Antara Kepala Sekolah dan rekanan pemasok. Hubungan yang tadinya mesra---layaknya keluarga, tiba-tiba renggang. Yah...semua gara-gara 20 unit komputer. Ke duanya ngotot dan saling tuding.

Masing-masing 'mengklaim' berhak terhadap (memasok) komputer di sekolah tersebut. Perang ego antara ke duanya pun berlanjut. Pihak sekolah, siswa, orang tua dan komite bingung. Alhasil, seluruh kotak pintar tadi tak pernah disentuh semenjak datang ke SMP 6. Tak satu pun "penghuni" sekolah berani mengoperasikan. Mereka tak mau terkena imbas serta terjebak perselisihan yang tidak diketahui sebabnya.

Bermula dari bincang-bincang bersama pihak sekolah (guru, komite dan orangtua siswa). Sebuah kesepakatan pun lahir. Yakni; di sekolah ini secepatnya dilengkapi dengan labor komputer. Bincang tadi pun ditutup. Menyoal apa jenis, merek dan berapa dimintai ke siswa—pasalnya dari rencana dibeli dari hasil pengumpulan uang/patungan—dari rencana dilanjutkan nanti. Herannya, selang beberapa Minggu—rapat lanjutan belum dilakukan—20 unit komputer datang ke sekolah tersebut. Para penghuni sekolah, heran. Lho...ini komputer siapa yang pesan ?

Ternyata, komputer tersebut adalah pesanan "langsung" kepala sekolah. Ia meminta seorang rekanan—notabene merupakan sohib karib, menghandle pengadaan komputer di sekolah tadi. Kekagetan para orangtua, guru dan komite tak cuma sampai disitu, para siswa tiba-tiba dimintai uang iuran bulanan untuk pembelian komputer. Padahal, keputusan 'bersama' untuk itu belum disepakati.

Sejumlah asumsi negatif menyesak di kepala para guru, orangtua siswa dan pihak komite. Kenapa bisa begini? Untungnya, prasangka jelek tadi cepat - cepat ditepis. Mungkin saja, semua merupakan kreativitas positif kepala sekolah. Dengan tujuan siswanya cepat bisa belajar komputer. Apalagi yang memasok juga teman dekatnya si kepala sekolah. Guru, para orangtua dan komite sekolah pun bangga. Salut buat keputusan "sendiri" kepala sekolah. Aplus pun diberikan secara bersama - sama.

Naifnya, selang beberapa minggu setelah itu, kejadian yang tidak diharapkan terjadi. Ke 20 unit komputer tersebut tiba - tiba dikembalikan ke rekanan pemasok oleh kepala sekolah. Alasannya, tidak memenuhi standar yang diinginkan. Perseteruan pun terjadi antara si pemasok (rekanan) dan Kepala Sekolah. Ujung - ujungnya, 20 unit komputer baru pengganti didrop ulang—dimasukkan yang baru. Yang lama dikembalikan ke renakan pertama— kembali ke sekolah tadi.

Selisih paham antara kepala sekolah dan rekanan yang tadinya pemasok awal, berujung hingga ke meja Kepala Dinas Pendidikan Kota Padang. 20 komputer yang disebut masuk melalui perjanjian tertulis tersebut akhirnya menjadi sengketa. Siapakah yang salah dalam persoalan ini? Kenapa kotak pintar tadi diperebutkan ? Siapa yang bertanggungjawab terhadap rasa penasaran para siswa yang terlanjur berharap belajar komputer? Bagaimanakah sikap dari pihak instansi terkait serta Diknas Padang? Jawaban sejumlah pertanyaan tersebut masih saja belum terjawab, hingga kini. Yang jelas, persoalan ini harus segera dituntaskan. Solusi harus segera dicari. Dengan harapan, tidak berlarutnya sengketa antara ke dua mantan "konco arek" tadi. Sebab, yang menjadi korban akibat sengketa tadi adalah para siswa dan para orangtua.(*)

Read More......